Kamis, 25 Juli 2019

Tentang Sahabat

by AK Fahmi 1. Sahabat 2. Teman atau kawan 3. Kenalan 4. orang umum 5. yang kita tahu 7. Orang yang perlu dihindari 8. musuh Dalam hidup kita butuh orang lain. Inilah hukum saling keterantungan makhluk bernyawa. Jika dalam sebuah ekosistem yang luas, seperti peri kehidupanbinatang dan tumbuhan kita mengenal rantai makanan, yangmana makhluk terkecil dan terpasif menjadii mangsa makhluk ditasanya, dan makhluk diatasnya, dimakan oleh yang diatasnya dan seterusnya. Sedangkan dalam kehidupan manusia berlaku hukum keseimbangan-saling ketergantungan dekat. Artinya keseimbangan terjadi karena interaksi yang menyadari bahwa manusia satu sama lain saling membutuhkan. Tidak manusia yang akan bisa memenuhi seluruh hajat hidupnya sendirian. Pun demikian sekumpulan kelompok manusi, dari yang namanya group, suku, hingga bangsa sekalipun berlaku huum keseimbangan-saling ketergantungan. Hanya saja yangnamanya keseimbangan dan daya saling ketergantungan itu memiliki sifat konjungtur dan juga seakan menyerupai garis eclips. Adanya manusia dan sekelompok manusia sedikit tergantung dan ada yang bahkan sangat terjajah. Bahkan dalam konteks hubungan manusia seringkali hubungan rantai makanan ala binatang juga berlaku.Hanya saja prosesnya adalan dominasi atau dalam bahasa lainnya adalah perbudakan, bukan kesetaraan. memang kesetaraan mutlak tidak ada dan mustahilada. Sebab manusia itu diciptakan berebda-beda. Memkasakan semua manusia sama adalah sebuah aib. Namun juga megharuskan harus ada perbedaan, dengan mencari-cari dalih agar dianggap bhi9neka juga aib yang lain. Artinya persoalannya pada memahami kesetaraan itu sendiri. bagaiamna mendefinisikan kesetaraan yang tepat, bukan mempermasalahkan perebdaaanya. Dalam hubungan antar individu secara gampang ada perebdaan dalam mencoba memahami hubungan interpersonal. Terlebih lagi dalam dunia yang makin sibuk sendiri-sendiri kita harus makin arif memahmi posisi kita. Dalam hal ini mencoba memahami kesetaraan dan perbedaan dalam hubungan interpersonal, sehingga paling tidak tidak mudah baper atau hilang motivasi dalam hidup, sebab kita salah menilai orang. Peniliaan ini didasarkan pada seberapa dekat kita merasa dengan personal tersebut. Saya bagidalam pemahaman tentang 1)Sahabat dan saudara, 2) hubungan relaasional Terdaat istlah yang saaatini sayasebut sahabat dan saudara. saya belum menemukan istilah lain atau konsp yang lebih tepat untuk menaungi konstruksi hal ini . Jadi saya definisikan Sahabat dan saudara. Jadi, Tingkatan tertinggi adalah seseorang itu dekat ialah jika kita memahami seseorang itu bagaiakan sahabat dan saudara. Sahabat terait hubungan kedekatansecara emosional dan saudara dikarenakan kita memiliki identitas-identitas yang melekat karena nasab, keimanan, atau lingkungan. Namun saudara itu juga bisa jadisahabat. Namun belum tentu semua saudara, bahkan kadang oarang tua terhadapanak itu juga seperti sahabat. Saudara dipertemukan bisakarena nasab atau keturunan, seperti saudar kandung atau yang terkait hubungan dengan perkawinan.. Namun pengertian yang lebih benar ketika Nabi Muhammad saw mempersaudarakansesama muslim antara kaum Muhajirin dan Anshor di Madinah. Demikian pula dalam suatu Hadis bagaimana beliau Nabi Saw menyebut umatnya yang tidak sempat berjumpa dengannya adalah para saudaranya. Dan Parasahabat bertanya,” lho kami ini siapa ya Rasulullah?” Aapa jawab Nabi Saw. “Engkau adalah para Sahabatku.” Kedua ungkapan itu tidak saling menegasikan. Justru slaing menguatkan akankeunggulan masing maisng.Justru kita harus memahi bagaiman peri kehidupan Nabi dan para Sahabatnya bagaimna mereka membangun interaksi terbaik yang pernah ada di muka bumi. Paling tidak itulah interaksi terbaik yang pernah ada sampai saat ini. Nmaun dalam prakteknya di kehidupan, terlebih lagi saat ini kta kita boleh terlalu memaksakanbahwa seseorang itu dekat dnegan kita, sehingga kita merasa bahwa dia bisa diajak berdiskusi, dicurhati, apalagi diutangi dan meminta tolong untuk emmbantu usaha kita. Dan juga tidak boleh terlalu berharap pada manusia lain. Sekalipun sekedar perhatian, sebab mereka kadang lebih memnetingkan dirinya dan urusanya. Hidup memnag singkat. Waktu sangat pendek sehingga barangkali yang bisa mausk kategori Sahabat dan saudara sangat langka. Bukan berarti tidakada.Tapi langka. Demikian pula jika merasa bahwa dia adalah kategori sahabat.Orang bisa jadi dapat mudah memberi hartanya, akan tetapi tidak waktu apalagi perasaaanya untuk berfikir rumit rumit tentang kita. Hnaya tataran orang dengan kualifikasi guru yang mumpuni yang mampu menyelami kerumitan tersebut.Khususnya memberikan waktu dan perasaannya. Waktu diberikan dengan menyediakan diri ya waktu dan pikirannya. Sementara perasaanya mencoba memahami empati dan simpati attas suatu hal yang kita sampaikan. Namun, hal ini jarang. Dan juga nampaknya tidak baik menceritakan banyak hal tentang diri kita ke banyak orang. Terlebih pembelaan kita atas sesuatu. Ingat kata pepatah, “orang yang mengakuimu tidak perlu penjelasan apapun tentang engkau, dan sebaliknya orang yang membencimu, biarpun sudah dijelaskan apapaun yang tetap benci. Saya lupa kalimattepatnya...kayaknya ungkapan ini disampaikan Sayyidina Ali Ra. Beliau memang dan menjadi pemimpin di era fitnah. Fitnah awal terjadi karena manusia terlalu cinta pada dunia dan segenap kemegahanya. Berebda ketika di kehdupnj di dua Khalifah pertama. Sekalipun tantangannya juga besar.Saat itu masih terkumpul para sahabat Nabi terpilih yang mana meerka hidup bersama, berjuang dan meneladani Nabi Saw. Tapi itulahkehidupan. Kadangkala saya juga membayangkan alangkah indahnya peri kehiduan seperti Nabi dan Sahabatnya, ketika faktor akherat lebih dipentingkan dibanding dunia. Dengan pemahaman yang benar dan langsung dicontihkan oleh Nabi Saw. Akan tetai jangan geer juga, masa Nabi saw danSahabatnya juga memiliki tantangan keimanan yang tidak mudah. Trelebih jika membaca kehduan sahabat awal di Mekkah. Distulah pertaruhan anatara keimanan dan keduniaan dipertaruhkan. Demikian pula zaman Abu Bakar Asshiddiq dan zaman Umar ibn Khatatab memegang kekhalifahan. Semua berjuang. Jadi pengertian rasa bersaudara dan saling memiliki Sahabat disitulah teruji dengan sikap memberi lebih banyak dibandingkan menuntut hak. Dan itu diikat atas dasar iman. Kembali ke kehiduan kiwari alias kehiudpan zaman now terlebih lagi... Saya berpendapat bahwa level pertama dalam membina relasi adalah Sahabat. Sahabat adalah tempat kita dapat menyampaikan rahasia-rahasi kita.Tepat curhat dan saling mennegggang. tentu itu harus timbalbalik. Akan tetapi suatu persahabatan yang baik tidak dengan cara banding membnadingkan.Misalkan ungkapan, “wah dia dulu saya tolong begini..beginikok dia gak bisa membantu sekarang”. Nah jika hal itu yang terjadi akan rusak persahabatan... Ohya sebelumnya saya ungkapan istilah dibawah Sahabat yaitu : 1. Sahabat 2. Teman atau kawan 3. Kenalan 4. orang umum 5. yang kita tahu 7. Orang yang perlu dihindari 8. musuh Jangan salah saudara mencoba memahami hubungan relasional tersebut. 1. Level pertama adalah SAHABAT Sahabat adalah tIngkatan paling tinggi. Biasanya perhatiannya bisa 24 jam. Selama tidakm ada distorsi informasi....persahabatan ini sangat penting dijaga.Ya perlu saya ingatkan..sekalipun kita mengenal dia sebagai sahabat..kita tetaplah menghargai nilai-nilai kemnausia yang universal...seperti soal sapaan (hal ini Insya Allah akan saya bahas tersendiri)...melihat waktu ketika menghubunginya...atau juga perlu mempertingkan kesibukannya...terlebih lagi jika sahabat kita itu menjadi tokoh atau orang pentingdi sebuah negeri...justru jikakita sebagai sahabatnya bukanlah orang pertama yangakan minta fasilitas atas ekbaikan kebaikannya...tapi justru mencoba sebaik mungkin menghindari urusan relasional terkait dunia....terlebihlagi jika terkait fasilitas atas ekdudukan...sekalipun dmeikian hal itu tidak terlarang. Dan sahabat yang baik ketika dia menjabat atau memilik suatu derajat yang tinggi terkait dnegan ilmu,pengaruh atau kedudukan..juga hendaknya tidak lupa kepada sahabatnya...terelbih lag nasib orang takdirnya berbeda-beda...tentu tidak selama melanggar sumpah jabatan dan kode etik profesi....dengan mempertimbangkan segala aspek dari sahabatnya tersebut. Jadi ada dua muruah yang penting dijaga...kegemaran menolong atau memberi dan menjaga diri dari meminta kemudahan dari saudara/sahabat kita. Cont9h terbaik adalah saat Sahabat Abdurahman bin Auf dipersaudarakan dengan Saudaranya dari kaum Anshor. Sebagai Muhajirin yang hijrah dnegan segala keterbatasannya, dia tinggal sementara di Madinah pada Saudara Anshor tersebut. ...aat itu saudar Anshor (saya lupa atau belumtahu namanya...bisa dicari?)...menawarkan kepada Ibn Auf, “Wahai Saudaraku...katakan apa yang menjadi kebutuhanmu. Ini saya memiliiki harta sekian-sekian, silakan kita bagi berdua. Ambil yang engkau suka. Saya punya juga dua istri, jika engkau menyukai salah satunya, nanti saya akan ceraikan. Dan setelah masa iddahnya selesai, silakan engkau nikahi”. Apa Jawab Ibnu Auf, “Terima kasih saudarakuatas semua kebaikanmu. Saya hanya minta tolong tunjukan dimana pasar?. Ya Abdurahman Ibn auf dikenal salah satu Sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Dia memilii profesi sebagai pedagang. sebelum dan kemudian setelah hijrah di Madinah. Beliau Ibn Auf dikenal termasuk sahabat yang kaya raya. Innilah yang diajarkan relasonal zaman Nabi saw...saling mengasihi dan sebaliknya menjaga diri dari meminta-minta diberi perhatian.Tentu mungkin bagi kalangan feminis...cerita diatas....”lho enak amat laki-laki mbagi-mbagi istri”? Sabar. Tentu moral ceritanya bukan disitu. Sebab urusan nikah juga harus ada syaratdan rukunnya. Tentu sanIstri Sahabat Anshor tersebut juga harus ditanya....apakah bersedia untuk menjadi istrinya Ibn Auf, jika seandainya tawaran salah satu sahabat anshor tersebut diterima. Toh dalam kehidupan zaman lain..di Indonesia...seorang Inggit Ganarsih itu direlakan oleh suami pertamanaya, kalau nggak salah Sanusi namanya untuk Sukarno. Halitu melihat bahwa Sukarno sebagai calon pemimpin pergerakan Indonesia lebih butuh perhatian kasih sayang seorang istri, wanita pendamping, hingga ibu bagi Sukarno. Hal lebih lengkap silakan baca sendiri di Karya biografi Inggit Ganarsih karya Ramadhan KH. 2. Peringkat kedua adalah TEMAN atau KAWAN Memang dalam definisi ini kawan atau teman bisa jadi sangat banyak. Ada teman kantor, teman masa kecil, teman SMA, kawan organisasi dan sebagainya...Teman menandakan hubungan erat atau lebih tepatnya soulmate...Bisa jadi teman hampir serupa dengan sahabat. Akan tetapi soulmate atau kedekatan tersebut terbangun atas hanya persamaan organisasi yang pernah diikuti, minat pada suatu bidang atau bahkan hobi dan ilmu. Teman atau kawan belum tentu sahabat, mengapa?? Ujilah dengan dua hal: harta dan kepayahan. seoarang sahabat akan mencoba bagaiamna relasional anatara Ibn Auf dan sahabat anshor tersebut. Sedangkan kawan atau teman hanya memang lebih dekatsecara pribadi dan identitas, sehingga dalamkondisi tertentu kita mudah mengenal dan untuk slaing percaya. Namun kadang pertemanan bisaretak terkait harta atau suatu kepayahan yang terjadi relasional tersebut. Pengertian kepayahan juga terkait upaya memenuhi kebutuhan hidup. Teman yang baik dan hendaknya menjadi sahabat adalah yang tidak gampang memanfaatkan pertemanan hanya untuk urusan duniawi..sekalipun sekali lagi hal itu tidak terlarang. Bahkan unsur utama membentuk kemudahan di dunia adalah unsur percaya akan pertemanan dan perkawanan, sebab sudah saling kenal mengenal. Hanya mungkin perebdaananya pada aspek...jangan mudah menyampaikan rahasia kita ke sembarang teman...atau jangan mudah curhat pada teman...sebab tidak semua teman adalah sahabat. 3. level dibawahnya adalah KENALAN yang pengertianya sederhana.Kita kenal seseorang dan seseorang kenal kita.Batas kenal sangat flekksibel. Dari kenal sekedar nama, hingga perangai. Mirip pertemanan. Bedanya kita tidak merasa soulmate...itu saja. Atau kurang merasa memiliki kedekatan. Saya beberapa kali kecele pada faktor membedakan di level ini. oh ternyata ta pikir dia sudah seperti saudara atau sahabat, ternayta oh..hanya kenalan. Yang kenal karena berbagai sebab. Sebab sebagai rekan kantor. (Saya menggunakan istilah rekan)...orang yang kita kenal karena kebetuan masih ada saudara karena nasab....kenal karena persoalan pengajaran seperti hubungan guru-murid atau dosen-mahasiswa. di level ini hubungan model dramaturgi sering berlaku...memperhatikan ucapan terkat sapaan, tem a pembicaraan, kepentingan,waktu dan menyampaikan hal yang paling penting saja dalam pembicraan sangat penting untuk dipahami. Model terbaik hubungan pengajaran adalah model Sahabat (akantetapi bukan saudara ya), namun dengan tetap memiliki etik-etikpengajaran terkait peghormatan pada ilmu dan prosesnya. dalam hal ini seperti sapaan padaserang guru, sekalipun lebih mudah atau bahkan bekas murid kita dulu...karena menghormati ilmu harus memanggil dengan ungkapan yang pas..yang dia suka. Umumnya Bapak atau pak...atau ibu untuk perempuan......atau untuk ungkapan lain bisa ustadz atau ustadzah... terlebih lagi guru yang lebih senior..tentu penghormatannyaharus lebih... hanya persoalannya sekarang adab dan etikaguru murid sering salah kaprah dalam memahami. Di satu sisi terlalu rigid dengan waktu, prosedur dan gelar akademis....namun di sisi lain kadanng seorang murid karena terlalu dekat dnegan gurunya, tidak mengindahkan kaidah etis keilmuan..termasuk soal saapaan... ya memang mengamati dan melakoni hal ini kadang ngeri-sedap-aneh....sekalipun umumnya kemudian jadi sebodo teing...ya pak ya pak...tapi sesungguhya hatinya mengumpat... (mungkin nanti terkait hubungan guru murid juga perlu ditulis tersendiri..Insya Allah) Demikian pula dimensi perkenalan atau yang kitakenal dan merea kenal kita...minaimal kenal nama sangat luas... Sahabat seklagi lagi saya katan...bisa dihitung dnegan jari........kawan atau teman bisa ratusan......dan kenalan lebih bnayak lagi...Ciri sahabat paling gampang adaah siap menerima telpon kita kapanpun...dan atau mengkkonfirmasi balik jika belum sempat...minimal dalam waktukurang dari tiga hari.. Teman atau kawan sih...bisa datang dan gampang mengaku kawan atau teman bahkan saudara....jika kita sedang jaya atau kaya.... Kenalan juga bisa pada level dulu sangat dekat...seperti mantan....ya mantan....anda maksud kan yang disebut mantan...mantan hati... Ya mantan hati itu harus diletakkan di level kenalan saja.....sebab itu bisamerusak... Nah sekalipun dulu ada rencana samapai jenjang suami-istri ya paling baik diletakkan di kenalan saja...terlebih jika ada kisah tidak nyaman didalamnya... Omong-omong terkait hubungan suami istri adaalah hubungan relasional paling tinggi....ya speerti sahabat dan saudara.....dan dnegan anak anak adalah speerti sahabat.... (lainwaktu pembahasannya Insya Allah) sehingga ada istilah..”kenalan sangata banyak...kawan mungkin lebih sedikit...akan tetapi sahabat amat teramat sedikit manak a peganglah ia...jadikan sahabat dunia akhirat. 4. level selanjutnya adalah ORANG UMUM hal ini meliputi semua aktifitas hubungan kita, dalam bertetangga...bersekolah....kerja dan sebagainya. Norma yang berlaku norma kebaikan universal.. dan norma tidak saling ganggu mengganggu.... 5. Level dibawahnya adalah YANG KITA KENAL apa bedanya dengan kenalan? Ynag kita kenal berarti berlum tentu dia kenal kita.Tahu nama pun belum tentu. Oleh karena itu jangan baper...misal dulu anda punya senior atau yunior atau bahkan tean sekelas....lha skerang sukses...dan anda biasanya membanggakan...itu lho teman saya. eiit....belum tentu....mungkin saja Anda sekedar kenal. sedangkan dia tidak kenal anda. Pertemanan ala Face boook masuk kategori ini...buktinya...ketika berebda pendapat nyinyir dan saling makinya kadang keterlaluan padahan Cuma gegara pilihan ian pilpres.... Aada baiknya untuk sampai level ini...jangan diberi terlau ruang hati...sebab bisa menghabiskan waktu...dan jnagan terlalu banyak berharap... Bedanya dengann orang umum....orang umum adalah segala sesuatu dalam muamalah...yaitu sebagaiamna hukum fiqh dengan sifat mubah....artinya semua orang bisa dipandang orang umum... Orang yang kita kenal bukan berarti sama dengan hukum makruh...tidak demikian. Maksudna seringkali kita kenal, bahkan mengidolai seseorang..akan tetapis eseorang itu sesungguhnya juga tidak berusaha kenal dengan kita. nama sekalipun.... seperti puisi Kyai Mustofa Bisri, tentang anggota DPR “ketika kusapa saja engkau keberatan”.... 6. level dibawahnya adalah ORANG YANG PERLU DIHINDARI Ada kalanya memnag kita trepaksa mendefinisikan dan mengkonsep ada orang orang yang perlu dihindari. Baik untuksemnetara waktu atau sleamanya...Kecuali untu level sahabat dan saudara....ada kalanya kita perlu menghhindar dulu...untuk mencoba memahmi kharater perilaku seseorang...emikirkan cara komunikasi terbaik...sapaan yang terbaik dan tanpa merendahkan diri... dan sedangkan orang yang perlu dihindari selamanaya adalah ahli maksiat yang nyata nyata menyerukan kemungkaran... 7. dan selanjutnya penting juga dipahami...Hidup kadang diuji dengan MUSUH dan ini level hubungan terburuk.... ada sebuah pepatah, “teman seribu itu sedikit, tapi musuh satu terlalu banyak”. Kredo ini menjadi penting dalam upaya mnejalin persahabatn dan pertemanan. akan tetapi kita tidak memungkiri bahwa...hidup itu serba terbatas..terbatas terrbatas upaya saling memahami.... musuh senaytaanya adalah Iblis, Setan dan Dajjal...itu saja..Sedangkan dengan manusia...hendaknya kita moga moga diberikan Allah rasa memaafkan dan melupakan hal hal yang menyakitkan.Paling berada di level menghindari . Itu saja Wallahu ‘alam bisshowab Kebumen 09 mei 2019

Rabu, 24 Juli 2019

Politik Itu.................

by AK Fahmi Politik: polo di itik itik, kata Kartam, tetangga desa saya. Dia yang mengaku sebagai pekerja politik alias cari pekerjaan di politik, ya walaupun di level bawah, di desa atau kecamatan. Bagi dia sederhana saja. Politik itu permainan, ya sekedar permainan. Polo di itik itik, maksudnya, ya semacam akal-akalan lah. Tentu Kartam (tentu disini nama yang saya samarkan), setahu saya tak sering bicara mbulet-mbulet tentang definisi, tujuan, dan keluhuran politik. Ataupun teori sebaliknya, bahwa “politik itu kejam ala Iwan Fals”, yang mana lebih mengacu pada gaya Machevellian dalam politik. Karena mendefinisikan secara sederhana, saya melihat, kadang Kartam calon yang didukungnya menang, dan sering kalah juga. Ya, polo di itik itik. Sekedar permainan. Tapi yang terpenting dia tetap menahbiskan diri sebagai pekerja politik. Apa arti lebih jelas tanyakan sendiri ke kartam. Suatu saat dia ikut nyalon Kades. Dan gagal total. Bahkan lebih dari itu kena musibah. Rumahnya sempat kebakaran. Ketika saya tanya, priwe masih jadi “pekerja politik”, dia justru balik bertanya Kapan sampeyan maju jadi Dewan? Konon dia sudah agak tobat, gegara dedel duwel maju jadi Kades. Ternyata jadi calon, dengan menjadi pekerja politik itu sesuatu yang berbeda. Selanjutnya kemudian, dari pekerja politik “terpaksa” nyambi jadi satpam di salah satu lembaga pendidikan. Ya, mungkin maju tuwa, jadi profesi pekerja politiknya agak dikesampingkan...mungkin sudah benar-benar “tobat” jadi pekerja politik. Entah di perhelatan 2019 ini? Saya tidak banyak berinteraksi. Yang pasti saya simpulkan, ucapan tahun 2003 atau 2004, saat saya masih semangat-semangatnya mendukung salah satu Parpol, dia mengingatkan bahwa, politik itu ya polo di itik-itik. Tentu saya tidak sepakat dengan statemen itu. Tapi ya politik kadang pada level yang normal dan wajar, persoalanya hanya suka atau tidak suka. Itu saja. Bukan melihat visi missi, problem besar bangsa ini dan sebagainya. Nah, hanya pada level di atasnya kemudian politik dari suka atau tidak suka, lebih banyak berkembang isu-isu yang tidak produktif. Isu yang tidak produktif adalah isu yang terlalu tinggi ketika kita menjangkaunya, atau isu yang simplistis atau terlalu disederhanakan. Idealnya, adu program, mengukur dan memberikan contohnya. Namun ini ribet. Isu yang tinggi, cocoknya dalam era membangun identitas kelompok, semacam era pergerakan nasional, tentang sebuah visi besar. Atau di setiap momentum pergantian orde, seperti era 1966 dnegan jargon kembali ke Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, ataupun era reformasi dengan 7 isu: Hapuskan Dwi fungsi ABRI, Otonomi Daerah dlll (cari sendiri..). Sedangkan isu yang simplistis ya jualan akan membangun jembatan, program pendidikan gratis dan sebagainya yang mana, sangat praktis, bahkan dalam hal tertentu akan susah mengukurnya, alias mendekati ngibul. Dan bisa jadi ngibul beneran akhirnya. Yang ideal adalah setiap masa mungkin bisa 10 tahun, 15 tahun 20 atau maksimal 25-30 tahun terdapat gagasan besar yang diusung untuk disepakati. Dan kemudian diterjemahkan dalam 5-10 tahun secara ajeg. Jangan gampang berubah. Tapi ingat gagasan besar itu harus disepakati secara umum. Selanjutnya dalam level permainan politik—sebab politik seperti mengalihkan perang senjata kepada perang persepsi dan kotak suara—adalah adu gagasan. Dari gagasan awal, misal jika era sekarang era reformasi yang gagasan awalnya bagaimana? Dan kemudian menawarkan suatu program-program yang lebih terukur. Dan dipersilakan rakyat memilih gagasan mana yang pantas untuk dibawakan oleh siapa atau kelompok apa. Tentu ini idealnya. Yang terjadi malah seringkali bukan debat gagasan, akan tetapi saling defensif menebar ketakukatan. Dari Isu PKI, khilafah, intoleran, wahabi dan sebagainya. Itu di tingkatan opini publik. Saya tadinya berharap perbincangan tentang berbagai isu, seperti awal 1998-1999, tentang dua skenario bangsa ini. Skenario baik dan skenario buruk. Jikalau tidak karena gonjang ganjing pergantian kekuasaan politik dan berbagai kerusuhan yang merebak, tentu perbincangan itu lebih bermakna, dibanding sekedar mentarget kekuasaan. Termasuk tentang isu pemberantasan korupsi ya memang ini hasil reformasi. Tapi, sekali lagi pada praktiknya politik adalah polo di itik itik. Jika jadi orang awam kita sulit tahu mana yang benar benar main fitnah, main curang, main uang, dan main main lainnya. Kecuali hanya fakta yang ada. Rakyat hanya nurut saja, walaupun kadang ada perasaan yang mengganjal...entah apa itu?. Lain halnya dengan Kardi (tempo hari saya ceritakan tentang profesinya sebagai asongan koran di Kereta api yang hilang akibat ketatnya PT KAI). “Kang Nyoblos sapa?”. Demikian dia saya tanya. Jawabnya, “Ya ta awur, lah ra ana sing kenal. Pokoke angger gambare keton apik ya ta coblos.”. Kecuali Pilpres, pilihan lain dia tak punya preferensi atau pilihan sebelumnya. Ketika saya desak, “Olih wuwuran ya Kang?” Apa Jawabnya: “Ora!. tapi Kae tanggaku lha olih.”. Dan setelah saya telusuri, ada fenomena lain. Terdapat Caleg yang menyebar hingga 20 amplop, dapatnya Cuma 5 suara di suatu TPS. Dan yang lebih ngenes, menyebar 150 amplop, hanya dapat 15 suara. Tentu ndak Cuma amplop tok. Dan ketika saya tanya pendapatnya tentang sebaran amplop itu, salah satu pemilih bilang, “ya itu uang ganti ongkos tidak berangkat kerja hari itu” Jal Priwe? Lha, saya berguman. Seandainya aturan tentang kebolehan memberi janji, materi atau sumbangan juga tidak dilarang. Mbok yao itu ketika ada caleg yang mau mbagi-mbagi amplop hingga 150 amplop, misal @30-50 ribu, mending untuk kegiatan kerja baktsi masalah emmberikan saluran air disebelah rumah. Dan untuk caleg yang mendanainya, silakan pasang baliho besar misal, “Kerja Bakti gotong royong bersama caleg Anu, Partai Ini..aja kalalen nyoblos aku ya.... Saya rasa itu lebih tampak manfaatnya. Tentu pekerjaanya ya harus benar. Tidak sekedar rampung. Ini yang saya sebut menurunkan dari gagasan tinggi ke gagasan praktis, tetapi tetap dalam koridor manfaaat dan permainan politik. Ya. fenomena lain adalah terkait dengan semakin mudahnya mengakses informasi, justru semakin orang susah mendapatkan prefrensi. Banjir informasi ternyata bukan pada isu gagasan atau program, tapi pada aspek lain. Pada aspek ketakutan yang ditimbulkan dan di sisi lain, masyarakat berjarak dengan calon pemimpinnya. Untuk mengatasi jarak inilah mekanisme transaksi materi berlangsung. Susah untuk dikatakan yang namanya wuwuran atau money politik tidak terjadi. Entah pilihan apapun. Dan seperti halnya pesta, wuwuran itu pesta itu sendiri. Tentu tidak semua caleg atau calon pemimpin muwur. Tapi, ini kenyataan yang sudah seperti budaya. jika demikian, jangan harap doa terbaik untuk pemimpin yang dipilih, akan tetapi sekali lagi berjarak. dan sekali lagi politik adalah polo di itik itik. Dan yang terlibat di dalamnya adalah para pekerja politik... wallahu ‘alam Bishowab Kebumen 21 Mei 2019

Senin, 06 April 2009

Orang penting, Tidak penting….Kurang Penting

By AK Fahmi


Pernahkah saudara merasakan sebal luar biasa kedatangan seseorang dalam hidupmu, mengambil waktu dan bahkan perasaan dan pikiranmu. Semisal...siang-siang sedang enak istirahat, sekaitar jam satu hingga tengah tiga. Pulang dari kantor ato pekerjaan. Terketuklah pintu dengan ucapan bel, ”Assalamu alaikum” otomatis dari bel rigning yang tentu menurut saya gak wajib dijawab.
Lha, orang itu tidak kita kenal....bahkan sama sekali asing. Biasanya keperluannya cari sumbangan. Masya Allah. Dah ganggu waktu istirahat, minta sumbangan lagi!!!
Mbok yao, kalo datang jangan siang-siang begini. Kategori minta sumbangan termausk pengamen tak tahu diri. Dah begitu, lagunya gak jelas lagi.
Mmenag di zaman globalisasi ala ”kadal” ini semua serba terbalik. Orang yang waras bisa jadi gak waras. Ata s nama kebebasan, hak privat akan ”terudal-udal”. Belummlagi mereka gak memilki persaan, asal main pejet bel aja. Padahal kalo anak saya lagi tidur kan jadi bangun. Padahal membuat anak tertidur, juga butuh kesabaran....pengennya ta jotos saja.
Lalu, penting dan tidak penting ato kurang pentingnya dimana?...............
Inilah sifat dasar manusia yang dalam dirinya tertanam mengutamakan diri sendiri dan jelas tidak mau diganggu waktu dan persaaanya. Disanalah berlaku hukum penting atau tidak penting.
Bisa jadi, kalo siang-siang yang datang orang hendak menawarkan pekerjaan yang oke dan memberi keuntungan yang bagus buat kita, tentu hati kita akan mengaggap itu penting.
Ataupun jikalau tidak memeeri keuntungan secara materi, jikalau yang datang mengetuk dan mengambil waktu dan perasaan kita, seoarang shahabat dekat yang lama tidak bersua, mungkin juga akan kita prioritaskan.
Untuk itulah, saya mencoba ketika datang menemui seseorang akan mencoba confirm dulu. Aapakah kehadiran saya comfort dan available gak baginya....mungkin gak sesaklek itu jika yang aku datangi beberapa kawan yang sudah saya kenal baik. Ya jelas ini diskriminasi, akan tetapi pengalaman saya di pesantren. Jam 10 malam, mau tidur kedatangan tamu yang macam-macam motifnya, dari yang nagajak ngobrol ngalor – ngidul hingga ujung-ujungnya utang. Dan semua bukan kategori mahluk ring pertama yang boleh mengambil waktu dan perasaan kita. Karena memang berposisi sebagai ”orang masyarakat” ya kudu dihadapi. Cuma maaf-maaf saja, hati memang tidak bisa berbohong. Sebab saya merasa jangankan korban harta, waktu saya yang diambil dia dnegan ngobrol tidak jelas, ngerasani sana, ngerasani sini itu jelas gak memeberi manfaat bagi saya.
Tapi itulah menjadi orang masyarakat harus siap melayani ”kegelisahan sosial” semacam itu. Dan saya samapai sekarang merasa belum mampu menjaga hati saya ikhlas mendengarkan dan memeberi ruang dan waktu, apalagi harta kita pada orang-orang tidak jelas itu.
Ada juga sih beberapa orang atau kelompok islam tertentu yang memang rigid dalam menerapkan aturan ini. Bertemu seseoarang ya harus jelas tujuannya, waktunya dan pencapiaannya. Dan kalo mungkin orang tersebut kita pengaruhi ideologi, pemahaman agama, hingga manhajul fikrnya. Dan kalo mungkin diluruskan belak-belok hidupnya. Jika tidak jelas, ukurannya maka sama saja kita tidak menghormati waktu kita.
Ya, orang boleh-boleh saja memilki visi dan missi dalam hidup yang kemudian diaplikaskan hingga detik per detik. Bahkan sesuai tuntunan dibuatlah ”life time chart” dalam waktu 10 tahunan hingga satu mingguan apa yang harus dikerjkannaya siang nanti. Aapa pencapaian secara materi, intelektual dan rohani. Berapa kawan yang harus disambangi dan pean-pesan apa yang harus sampai kepada mereka.
Saya sangat setuju dengan hal ini. Ini membuat kita memilki ”guidance” atau arahan bagaiamna setiap hari kita mencoba mengarahkan hidup kita. Sebagaiamna Islam mengajarkan, bahwa tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini. Semua terencana. Tingga kita mekilki renacana ato tidak. Aakan tetapi ketika berinteraksi dnegan masyarakat yang bermacam-macam motif, sikap hidup, pengalaman, profesi, pola pikir dan juga cita rasa masing maisng orang, belkum lagi kadang semakin bodoh atau jahil seseorang kadang mereka seringkali ”neranyak” minta dihormati lebih. Inilah sussahnya....
Seedangkan jika orang itu benar- benar berkualitas, baik secara pengalaman hidup, intelektual hingga pengabdiannya pada masyarakat, biasanya mereka memilki jiwa yang luas.
Saya beberapa kali bertabrakan dnegan orang jahil yang sebenarnya maaf di masyarakat dia rata-rata orang trouble makers, istilahnya nyebeli... dan mungkin kharakter bawaan saya pantang direndahkan atau sorry lah yau berhormat-berhormat orang yang tidak mengenal dirinya, mengenal kejahilannya, saya tidak peduli.
Akan tetapi dnegan beberapa orang yang secara kualitas keilmuan, pengabdian ataupun prestasi cukup meyakinkan di masayarakat, mereka rata-rata orang yang enak diajak ngobrol, perhatian dan ketemu d negan mereka seakan ada dorongan untuk mensyukuri hidup.
Tentu klasifikasi orang-orang ini tidak sekedar dia orang yang suka di mesjid...tidak! Tidak mesti. Bahkan mungkijn juga ada orang yang ”alim” dan taat beribadah ya tidak kurang jahilnya....jahil pada agamanya, pada manusia dan juga pada diri mereka sendiri. Menggangap diri dan pemhaman kelompoknya paling benar, paling mengikuti sunnah Nabi dst.
Ya...memang cari manusia sempurna gak ada....dan kita juga harus encoba menerima manusia dnegan segenap potensi dan kelmehan kharakter dan pembawaannya....Akan tetap semua ada guidancenya....Saya yakin agam kita, Islam telah memberi guidance..
Dan sebaliknya untuk diri kita sendiri, memnag untuk dapat diterima seluruhnya dari aspek kepribadian kita oleh orang lain, secar a utuh juga tidak mungkin. Ada kalnaya dan pasti ada...hal-hal yang tidak bisa kita pahami dari sisi kepribadian kita yang kadang kurang dari sisi kepribadian yang bisa diterima orang secara umum, apalagi jiika disamakan dnegan kepribadian Rasul Saw. ...Ya, bahkan diri kita sendiri kadang tak mampu mehami mengapa ya kok aku seperti ini, ketika menghadapi situasi tertentu....akan tetapi itulah Islam.
Sebagaiamna ada berbagai macam kharakter Shahabat, Abu Bakar yang lembut dan berwibawa, Umar yang Keras dan zuhud, Usman yang pragmatis dan lembut dan Ali yang Intelek namun tidak pragmatis dalam politik, Khalid bin Walid yang tanpa kompromi di medan perang....dst...dst. Bahkan Mungkin saja sosok Muawiyah yang kita kenal dengan sejarah kelicikan politiknya ketiak mengahdapi Ali, itu adalah potensi. Tersewrah kepada Allah saja yang memebri keputusan. Seorang Muawiyah adalah Sahabat yang meriwayatkan hadits...tentu kita juga bukan apa-apa. Cuma sayangnya kelicinan politiknya bersama Amr Bin Ash yang kadang jadi rujukan para aktifis Islam kita. Ini yang gak benar. Bukan jasanya meriwayatkan hadits, meluaskan daulah Islamiyah dan kemmapuannya bediplomasi dan mendengarkan kritikan yang paling pedas sekalipun, seperti ketika mendnegrakan kritikan Abi Dzar al-ghifari yang harusnya diteladani juga.
Bercerita tentang sejarah persitiwa Tahkim atau saat perundingan antara Muawiyah dan Ali di Damaitul Jandal memenga menarik...Dan saya yakin ini juga bukan berarti pihak Ali itu bodoh. Tapi itulah takdir politik Umat Islam. Apakah itu berkah atau musibah, Allah saja yang Maha Tahu....
Lho kok jadi melenceng jauh.......
Saya hanya membayangkan, apa iyya calon-calon pemimpin kita (yang DPR atau presiden), yang Hmi ato Non HMI. Yang muda atau tua...Mam,pukah menggeser paradigma orang penting—orang tidak penting—atau orang kurang penting secara baik ketika bertemu masyakat dengan latar berbagai macam dan ragam. Dan kadang mereka menuntut hak-hak kita yang paling asasi, pengen tahu urusan, bahkan maaf urusan ranjang kita. Ini khan kebnagetan banget..jika seoarang pemimpin taunya hanya beres..perentah sana, perentah sini...Dan yang paling nyebelin kadang mengorbankan anak buah.
Dan kita semua juga bukan mansuian yang super, seperti istilhanya mario teguh. Kita juga pengen dihargai waktu, perasan dan kelemhan kita. Dan orang lain, apalagi yang tidak sepkatd negan kita pasti kerjanya cari masalah.....
Dan, hal yang paling sederhana ketika menjadi pemimpin, di semua level appaun, mampu mendnegarkan, membuat orang lain merasa penting dihadapannya dan memeberi orang dnegan takaranya masing-maisng.
Sesempurna itukah....? Jawabnya: YA!!
Lalu diamnahak diri kita. Untuk itulah saya memahami dunia kepemimpinan itu selain perencanaann matang seoarang mansuia, semua harsu diawali dari rasa Taqwa pada Allah dan ujungnya adalah tawakal. Kita tidak mungkin memuaskan semaua manusia. Dan, hanya kepada Allah saja bertawakal....minta pertolongan untuk dimampukan dan dimudahkan semua urusan kita
Isy Kariman au Mut Syahidan....itulah balasannya. Surga.
Wallahu alam Bisshowab

Ditulis
Di gang sumbing 3 bumirejo kebumen...
925 21/03/09

Kamis, 02 April 2009

DALAM HUJAN

     Andaikan ku dapat mengungkapkan perasaanku

Hingga membuat kau percaya

Akan kuberikan seutuhnya rasa cintaku

Selamanya, selamanya … ¯

Anin langsung pasang muka jutek mendengar lagu yang dialunkan radio di kamarnya sore itu. Ni yang request sapa, sih ? Nyindir aku, ya ?

Yah, lirik d’Cinnamons yang diiringi akustik itu terasa menusuk hati Anin. Prince Charming-nya nggak pernah tahu kalau Anin sukaaaa banget sama dia. Azka namanya. Cowok cakep di sekolahnya, sebangku sama dia, lumayan pinter, baik pula.

Masih terngiang di benak Anin ketika ia baru masuk SMP Putra Bangsa beberapa bulan lalu. Saat itu ia kebingungan mencari kantor guru. Ayahnya yang hanya mengantarkan sampai gerbang tidak bisa mengantarnya sampai menemui wali kelasnya. Urusan kerjaan. Lagipula waktu itu bel masuk sudah berbunyi. Untunglah, d’Prince Charming menolong.

Karena kebetulan cowok itu telat dan tahu ada cewekyang  kayak anak ilang. Sehabis bla bla bla sebentar, jadilah mereka ke kantor bareng. Setelah Azka menuliskan nama dan kelasnya di buku daftar anak yang terlambat, ia masuk kelas. Sementara Anin menunggu di kantor sebelum diperkenalkan oleh teman-teman kelas barunya, karena sang wali kelas mengajar di jam kedua. Kalau sekarang kalau nggak salah sih BP.

 

ÚÛÚÛÚÛÚÛ

 

Setelah Anin memperkenalkan diri di depan anak-anak 9C, Bu Sofi, wali kelas Anin yang merupakan guru bahasa Inggris mempersilakan Anin duduk. Bukan mempersilakan Anin memilih tempat duduk. Artinya, bangku yang kosong hanya satu. Anin mengedarkan pandangannya. Yap, di barisan paling timur, menghadap jendela. Sebelahnya, ya ampun ! Cowok itu ! Cowok yang tadi ke kantor guru bareng dia. Cowok itu senyum, mempersilakan Anin duduk di sebelahnya. Anin pun menuju bangku itu, duduk di sana dengan perasaan malu.

Di akhir pelajaran, Bu Sofi bilang kalau Azka boleh menemani Anin keliling sekolah, supaya bisa lebih mengenal sekolah barunya. Azka yang terpilih jadi ketua kelas mengiyakan. Makin gondok si Anin.

Tapi, penilaian Anin tentang Azka yang ia pikir seperti anak cowok pada umumnya (bandel, males, jorok, ga’ sopan, dsb.) berubah. Tentu setelah ia keliling sekolah dengannya, setelah duduk sebangku dengannya, ngobrol dengannya, mengenalnya lebih dekat. Ternyata ia baik, nggak banyak ngoceh, dan supel juga sama lawan jenis, tapi nggak berlebihan. Dan, setelah dua bulan semenjak kepindahannya, Anin merasakan sesuatu pada Azka. Sudah bisa ditebak rasa apa itu. Rasa yang muncul tanpa diduga. Rasa yang muncul pada setiap manusia, yang normal tentunya. Rasa indah yang merasuk ke telaga jiwa. Rasa yang ...

”ANINDYA PUTRI MAHARANIIIIIIII !!!!!!!!!!” Anin melonjak kaget. Kak Andin rupanya. Kenapa ya ?

”Kamu nggak denger apa aku udah manggil kamu puluhan kali ??!!” Wah, marah dia. Pakai mencak-mencak segala. Emang aku ngapain, ya ?

”Beli kertas kado sana !” Kak Andin mengangsurkan uang lima ribuan.

”Tapi, hujan ...”

”Sebodo amat ! Emang kamu nggak tahu kegunaan payung ?!” Kak Andin masih sewot.

Anin mengambil payung dekat rak sepatu di ruang tamu sambil manyun. Dasar, udah tau temen kuliahnya ulang taun besok, baru beli kertas kado sekarang, nyuruh lagi. Anin melirik Indra, kakak keduanya yang masih mengenakan seragam putih abu-abunya, mendengarkan MP3 lewat earphone sambil membaca majalah.

Dan kenapa yang disuruh selalu aku ??????!!!!!!

 

ÚÛÚÛÚÛÚÛ

           

Anin kesal. Sudah disuruh-suruh dengan tidak hormat, sudah jauh-jauh pergi ke warung terdekat (warung di sekitar rumahnya tergolong jarang), eh ... barang yang dicari habis. Kebayang gimana reaksi dan tindakan selanjutnya dari Kak Andin.

Anin menyusuri blok perumahan tempat ia tinggal dengan lesu. Ia teringat Azka lagi. Sudah empat bulan semenjak kepindahannya dari Semarang ke kota kecil ini. Sudah dua bulan Azka sering bertanya Anin kenapa. Sakit atau bete, atau lagi ada masalah sama keluarga atau kenapa, karena Anin sering diam dan menjawab setengah hati kalau ditanya. Anin tidak pernah menjawabnya. Masa’ sih dia dijahati sama teman yang belum satu semester ia kenal, atau ada masalah dari ortunya tercinta, apalagi sama kedua kakaknya. Yah, walaupun kadang-kadang nyebelinnya gak ketulungan.

Masalah yang aku hadapin sekarang, adalah aku teramat sangat bingung bin nggak tahu harus memperlakukan rasa yang bersemi di hati aku sekarang, Ka. Dipendamkah, atau aku yang maju duluan. Cewek pedekate duluan ? Nggak banget !!!!!

”Pergi dulu, ya, Ris !”

Ha ? Perasaan kenal deh sama ni orang ...

”Emang ga pa-pa, Ka ? Belum berenti lo, ujannya.”

Nah, ini juga aku kenal. Tapi, siapa, ya ?

”Gak pa-pa lah, Ris. Cuma gerimis ini. Ya nggak, Ka ?”

 Kalau yang ini aku gak tahu. Siapa, nih ?

Anin mencoba melongok ke sebuah rumah di ujung gang. Dan, melongolah dia. Anak cowok yang berdiri di teras itu kalau nggak salah Haris, anak 9A. Dan yang lagi markirin motor, itu kan Azka ? Trus, cewek yang lagi pakai helm siapa ???

”Hati-hati, ya. Jangan pacaran mulu. Minggu depan semesteran, lo !” Haris yang dulu sebangku sama Azka tersenyum. Entah bagaimana reaksi dua orang yang sudah duduk di atas angsa besi itu. Wajah mereka tertutup helm.

Azka menyalakan mesin dan membunyikan klakson, tanda ucapan selamat tinggal pada Haris. Si cewek menaikkan kaca helmnya dan mengatakan, ”Makasih, ya, sepupuku sayang ...” sambil melambaikan tangan. Motor itu melaju hingga hilang ditelan rumah di ujung gang sana. Haris masuk ke dalam. Sementara Anin mematung di tempatnya masih dengan payung di tangan dan perasaan terguncang.

 

ÚÛÚÛÚÛÚÛ

 

Azka ? Pacaran ? Sama cewek tadi ? Anak mana ?

Sepupuku sayang ? Haris sepupu cewek itu ?

Kalo gitu, gimana ceritanya Azka bisa ketemu cewek itu terus jadian ? Eh iya, kan ada Haris. Paling dia yang  jadi Mak Comblang-nya. Eh bukan, Ki Comblang. Tapi ... AAAARRRRGGGGHHHH !!!!!!

Anin membanting payung di teras rumah saking kesalnya. Pintu depan terbuka. Kak Indra muncul, mengerutkan kening melihat payung yang letaknya terbalik dan wajah adiknya yang ditekuk.

”Lagi ngamuk, nih ?”

Anin mendelik ke arah kakaknya. Indra mengambil payung biru yang terbalik dan memeriksanya kalau-kalau ada rusuknya yang patah.

Anin memandangi Kak Indra yang sudah berganti pakaian dan mengenakan ransel, ”Mau ke mana ?”

”Ke rumah temen.” Setelah yakin payungnya tak cedera, Indra mengenakan sandalnya. ”Pinjem payungnya, ya !” Indra pergi tanpa persetujuan Anin. Anin diam. Kak Andin muncul dari balik daun pintu yang masih terbuka.

”Mana ?” tagih Kak Andin.

Anin menggeleng, ”Habis.”

”Beli di utara, gih !”

Mata Anin membelalak, ”Jauh amat !” Kak Andin hanya mengangkat bahu. ”Payungnya dipake Kak Indra !”

Kak Andin menghilang masuk ke rumah. Lagi-lagi Anin gondok.

 

ÚÛÚÛÚÛÚÛ

 

Anin menyusuri blok perumahannya dengan lesu. Di warung utara milik Bu Indah yang letaknya 1 kilometer dari rumahnya, barang yang dicari pun tidak ada. Anin heran. Memangnya sekarang lagi musim apa, sih ? Musim hujan, musim orang ulang tahun, musim kawin, apa malah sunatan ? Kertas kado habis di mana-mana. Bisa-bisanya ???

Anin memandang papan nama kedai bakso Pak Sobri. Enaknya hujan-hujan begini makan bakso. Hmmm ...

”Hari ini aku seneng banget loh, Ka.” Lho ? Ini kan ...

”Kenapa ?” Ini juga. Ini kan suara ...

Anin mengintip ke dalam kedai. Ya ampun, lagi-lagi Anin ketemu Azka ... dan ceweknya !

Anin pura-pura memandangi harga baksodi papan itu untuk mendengar pembicaraan Azka dan pacarnya. Sesekali Anin melirik ke pasangan yang duduk dekat jendela itu.

”... ini tu date kita yang paling asik, sambil makan makanan favorit aku. Kamu kok tau ?”

”Ya tau, dong.” Azka tersenyum. Iiih, senyumnya kok tulus banget sih ? Aku minta dong...!!

”Makasih, ya ... Say.” Cewek itu senyum malu. Kemudian melanjutkan makan.

Sementara tangan kanan cewek itu sibuk menyendok kuah bakso, tangan kanan Azka meraih tangan ceweknya yang lagi nganggur. Menyadari itu, muka si cewek langsung kayak kepiting rebus, merah. Kehangatan seketika itu terhenti ketika guntur mengelegar hebat. Mereka berdua tersentak kaget, termasuk pengunjung lain dan Pak Sobri sendiri. Tak terkecuali Anin. Ia langsung lari. Tidak hanya karena takut petir, tapi hatinya sudah koyak, tak utuh, tak berbentuk. Sudah cukup apa yang aku lihat. Sudah cukup hati aku retak. Sudah cukuuuup !!!!!

Anin terus melangkahkan kakinya. Tak peduli dengan hujan yang menderas. Tak peduli tatapan keheranan orang-orang yang melihatnya.

Anin berhenti berlari, terduduk di tengah jalan. Napasnya terengah, matanya basah. Anin menangis. Airmatanya tersamarkan rintik hujan. Anin menengadahkan tangannya, menatap ke atas langit.

Kenapa semua ini harus terjadi sama aku ? Aku sayang sama dia, tapi kenapa begini jadinya ? Apa dia nggak ngerti kalau aku suka sama dia ? Apa kurang isyarat yang aku kasih sama dia ? Kenapa aku harus ngalamin semua ini ? Kenapaaaa ?????

Anin tergugu di tempatnya. Meluapkan emosi di hatinya. Tak ada orang yang berada di luar rumah karena hujan semakin menderas. Air mata Anin pun ikut menderas.  

”Sialan ! Hujannya malah tambah gede !” rutuk seseorang berseragam putih abu-abu. Dilepasnya helm. ”Duh, gak bawa mantel, lagi !” Ditutupnya bagasi motor dengan keras.

Ia berteduh di teras toko kelontong yang sedang tutup. Digulungnya celana abu-abunya yang basah sebatas betis. Sosok itu mengedarkan pandangan. Alis kanannya terangkat ketika menemukan sosok cewek yang duduk di tengah jalan. Cewek itu lalu bangun dan berjalan berbelok ke blok lain. Kakinya dilangkahkan pelan sekali, tanpa semangat. Cowok yang melihatnya tersadar kalau cewek itu menangis. Terlihat dari tangannya yang hanya mengusap mata dan pipinya, bukan rambut dan seluruh wajahnya.

Dan ketika cowok itu melihat wajah si cewek dengan jelas, ”Lho, itu kan Anindya ?! ”

ÚÛÚÛÚÛÚÛ

 

Anin duduk di meja kafe dengan bertopang dagu. Dipandanginya pengunjung lain siang itu sambil merenungkan kejadian kemarin sore. Ia pulang dengan baju basah kuyup. Kak Andin yang merasa bersalah menyuruh Kak Indra ke minimarket. Anin masih ingat ketika Kak Indra dengan tegas menolaknya, males katanya. Tapi saat Kak Andin menunjuk Anin yang berhanduk keluar kamar dengan lesu, Kak Indra nurut. Dan untungnya Anin tetap sehat esoknya. Tidak seperti Kak Andin yang ringkih, kehujanan sedikit langsung sakit.

Anin melirik Gucci hijau di pergelangan kirinya. Jarumnya mengatakan kalau siang itu sudah jam 13.15. Anin gerah. Ia mengipasi diri dengan daftar menu. Milkshake-nya tinggal setengah. Azka mana, ya ?

Anin heran. Ngapain cowok itu nyuruh dia stand by di kafe ini sepulang sekolah ? Jujur, awalnya Anin senang. Tapi ia langsung ingat kalau cowok itu sudah punya gandengan. Dan ketika ia sudah lumutan menunggu selama setengah jam, dengan perasaan kesal campur heran, tiba-tiba kening Anin berlipat. Dilihatnya Azka yang menggandeng pacarnya.

Oh ... njemput dulu, toh. Anin manggut-manggut sendiri. Sambil lalu, Azka mengatakan sesuatu pada Anin.

”Nanti ada yang mau ketemu kamu. Nggak lama, kok. Tunggu bentar, ya !” Dan cowok itu duduk semeja dengan ceweknya. Rasa kesal Anin sudah sampai ubun-ubun. Udah nunggu setengah jam, disuruh nunggu lagi ??? Nggak tau kakiku udah kram apa ?? Anin hampir membawa tasnya dan bergegas pulang ketika sebuah suara menyapa.

”Sori, nunggu lama, ya ?” Cowok berseragam SMA menarik kursi di depan Anin. Mata Anin meneliti cowok itu dari ujung jambul sampe ujung sepatu. Ini Azka versi cowok SMA, ya ?

”Boleh aku duduk ?” Anin tersentak, kemudian mengangguk kecil.

”Kamu kakaknya Azka, ya ?”

Cowok itu hanya manggut-manggut dan senyum, ”Kenapa ? Mirip, ya ?” katanya balik tanya. Anin senyum. ”Mau pesen apa ?” Cowok itu membuka daftar menu.

Menit berikutnya adalah saat yang membosankan bagi Anin. Makan bareng Alifian ia lalui tanpa minat. Cowok itu mirip wartawan. Nanyaaa... mulu. Hobilah, makanan favoritlah, inilah, itulah. Anin hanya menjawab : ’hmm, apa ?’ ; ’sori, tadi kamu bilang apa ?’ ; ’nggak tahu, ya ?’ ; ’hmm ... gimana, ya ? nggak tau tuh !’ ; atau ’bisa ganti topik nggak ?’. Dan sebisa mungkin, Anin memasang tampang oh-you-are-so-boring.

Anin menatap ke arah meja Azka untuk kesekian kalinya. Dan untuk kesekian kalinya pula hatinya terbakar. Lama ia menatap mereka. Kemudian Anin merasakan teman semejanya hening, Anin heran. Anin menoleh ke arah cowok di depannya. Tatapannya aneh. Tajam dan lurus ke depan. Anin lama-lama salting juga. Mana enak dipelototin kayak gitu ?

Dan yang paling bikin Anin tambah bingung, Fian megang tangannya, erat. Seolah Anin gak boleh lepas darinya. Setelah satu menit yang menegangkan, Fian bersuara.

”Nin, kamu mau jadi pacar aku ?” Mata Anin membelalak. Bola matanya hampir keluar saking kagetnya. Apa jurus aku nggak ampuh ?

”Ma-ma-maksud kamu ?” Anin rada grogi. Cowok itu senyum, lebih tulus dari yang pertama tadi. Setulus senyum Azka sama ceweknya yang Anin liat kemarin.

  ”Tenang aja. Aku nggak bakal bikin kamu nangis kayak kemarin sore, kok.”

Mata Anin sepertinya sudah benar-benar keluar sekarang.

 

ÚÛÚÛÚÛÚÛ

Created by : r€cc@/RIZKA KHAIRUNISSA